Categories
Berita Kedeputian Kedeputian II Peningkatan Ekonomi Maritim

KSP Bantu Wujudkan Pembangunan Kampus Baru Polimarin Di Kab. Semarang

Semarang – Dalam mengawal visi pembangunan Presiden Joko Widodo di sektor kemaritiman, Kantor Staf Presiden (KSP) berupaya mendorong penguatan lembaga pendidikan vokasi untuk terus mampu menciptakan SDM unggul di bidang pelayaran, perikanan, dan pariwisata bahari.

Salah satu upaya yang dilakukan saat ini adalah dengan mewujudkan pembangunan kampus baru Politeknik Maritim Negeri Indonesia (Polimarin) di Kecamatan Bergas, Kab. Semarang, Jawa Tengah, yang prosesnya sempat tersendat sejak tahun 2016.

“KSP menaruh perhatian yang besar terhadap pembangunan kampus baru Polimarin di lahan yang lebih luas sehingga kapasitas penerimaan mahasiswa bisa bertambah. Ini wujud dukungan pemerintah untuk meningkatkan SDM unggul pada bidang kemaritiman yang selama ini kurang menjadi perhatian,” kata Agung Hardjono, Tenaga Ahli Utama KSP.

KSP pun turut mengawal proses penyerahan sertifikat pengadaan tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kab. Semarang ke Polimarin pada Jumat (12/8).

Sebagai informasi, kampus lama Polimarin yang terletak di Kota Semarang berdiri di lahan seluas 1,5 hektare. Bangunan kampus ini dianggap kurang memadai untuk menampung jumlah taruna yang menempuh pendidikan.

Namun, proses pemindahan kampus Polimarin ke tanah seluas 30 hektar di Desa Waringin Putih, Kecamatan Bergas, terkendala oleh keterbatasan anggaran dan tarik ulur pelepasan lahan aset dari PTPN IX.

KSP terus melakukan proses debottlenecking sumbatan yang ada secara intensif selama 5 bulan terakhir dengan melakukan serangkaian rapat koordinasi bersama pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Kemenkeu, Kementerian BUMN, PTPN IX, dan Holding PTPN.

“Dengan menjamin ketersediaan lahan yang lebih luas untuk institusi pendidikan, ini artinya pemerintah menjamin adanya akses pendidikan yang lebih luas untuk masyarakat,” imbuh Agung.

Polimarin sendiri sudah melebarkan sayap ke taraf internasional dengan melakukan kerja sama joint degree dengan kampus Hochshule Wismar, bagian dari University of Applied Sciences, Jerman. Oleh karenanya, Presiden Joko Widodo telah memberikan perhatian yang besar pada Polimarin sebagai corong pendidikan yang mewujudkan visi poros maritim Indonesia.

“Angka serapan lulusan Polimarin selalu 100% dan Indonesia memiliki kebutuhan SDM unggul di bidang maritim. Harapannya ke depan, Polimarin dapat menjadi World Class University yang memiliki jejaring kerja sama dengan berbagai institusi pendidikan dan dunia kerja baik dari dalam dan luar negeri,” pungkas Agung.

Categories
Berita Peningkatan Ekonomi Maritim Peningkatan Produktivitas

Moeldoko Pastikan KSP Monitor Penyaluran BBM Bersubsidi untuk Nelayan Skala Kecil

Jakarta – Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko memastikan, Kantor Staf Presiden akan melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan skala kecil, yakni di bawah 10 GT. Hal ini, kata dia, menindaklanjuti penandatanganan nota kesepakatan penyederhanaan prosedur penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan.

Kesepakatan tersebut, melibatkan kementerian ESDM, BPH Migas, Pertamina, dan enam pemerintah daerah. Yakni, provinsi Kepulauan Riau, kota Medan, kota Bitung, serta kabupaten Maluku Tengah, Cilacap, dan Sukabumi.

“Dengan adanya nota kesepakatannya ini, diharapkan akses nelayan kecil mendapat BBM subsidi lebih terbuka dan lebih mudah. KSP tentu akan melakukan monitoring dan evaluasi di lapangan,” kata Moeldoko, usai menyaksikan penandatanganan nota kesepakatan penyederhanaan prosedur penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan, di gedung Bina Graha Jakarta, Selasa (26/7).

Sebagai informasi, Kantor Staf Presiden telah menginisiasi kesepakatan penyederhanaan prosedur penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan, antara kementerian/lembaga terkait bersama enam pemerintah daerah. Kesepakatan ini menjawab persoalan nelayan di bawah 10 GT, yang merasa kesulitan mengakses BBM bersubsidi.

“Di sisi lain, BPH Migas menyebut serapan kuota BBM bersubsidi untuk nelayan masih kecil. Nah, ini kan tidak sinkron. Karena itu KSP menginisiasi kesepakatan tersebut,” tutur Moeldoko.

Panglima TNI 2013-2015 ini mengungkapkan, berdasarkan hasil verifikasi lapangan tim Kantor Staf Presiden, salah satu kendala yang dihadapi nelayan dalam mengakses BBM subsidi adalah soal administrasi. Di mana, nelayan harus memiliki surat rekomendasi yang di dalamnya berisi banyak lampiran.

Moeldoko mencontohkan, Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan Kapal (STBLKK), Fotocopi SIPI /SIKPI atau bukti pencatatan kapal dengan menunjukkan aslinya, Fotocopi Surat Laik Operasi (SLO), dan estimasi sisaminyak solar yang ada di kapal.

“Hasil survei KUSUKA 2020, tujuh puluh delapan persen nelayan mengalami kesulitan memperoleh surat rekomendasi karena belum bisa melengkapi lampiran-lampiran itu. Kondisi ini yang membuat nelayan tidak bisa membeli BBM subsidi. Padahal BBM merupakan komponen terbesar bagi nelayan untuk bisa melaut,” ungkap Moeldoko.

Pada kesempatan itu, Moeldoko juga menekankan pentingnya kementerian/lembaga melakukan percepatan Kartu Pelaku Usaha Bidang kelautan dan Perikanan (KUSUKA). Sebab, di dalam KUSUKA sudah terinput data-data nelayan yang bisa menjadi pedoman untuk penentuan dan pengalokasian BBM bersubsidi.

“Ini tidak hanya mengoptimalkan penyerapan kuota BBM bersubsidi, tapi penyalurannya juga akan tepat sasara. KUSUKA itu by name by address, NIK, dan ukuran kapalnya juga terdata di kartu,” pungkasnya.

Categories
Berita Berita KSP Peningkatan Ekonomi Maritim

Moeldoko Tampung Aspirasi Nelayan Untuk Dapatkan Harga Khusus Solar Industri

Jakarta – Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko mempertemukan perwakilan nelayan dari Front Nelayan Bersatu (FNB) dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan BPH Migas, di gedung Bina Graha Jakarta, Rabu (20/7). Pertemuan ini untuk mencari solusi atas keluhan nelayan 100 GT ke atas, terkait tingginya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar industri.

Pada kesempatan itu, nelayan menyampaikan keberatannya atas harga solar industri yang mencapai Rp 16.000 per liter. Terlebih, saat ini harga ikan hasil tangkapan justru menurun. Riswanto salah satu nelayan mengungkapkan, bahwa dengan kebutuhan solar kapal 100 GT yang mencapai 40 kiloliter untuk masa melaut selama dua bulan, kenaikan harga solar industri dirasa memberatkan biaya operasional.

“Dengan estimasi hasil tangkapan sebesar 50 ton, hitung-hitungan kami masih merugi bapak. Nah, dari pada rugi, kapal hanya disandarkan saja alias tidak melaut. Nelayan dan ABK nganggur semua. Kami mohon pemerintah mengeluarkan kebijakan harga khusus untuk solar industri,” ungkap Riswanto nelayan asal Tegal Jawa Tengah.

Menanggapi Hal itu, Dirjen BPH Migas Patuan Alfon menyampaikan, penetapan harga solar Industri sebesar Rp 16.000 per liter sudah sesuai dengan ketentuan. Untuk memberikan harga khusus bagi nelayan 100 GT ke atas, dibutuhkan intervensi kebijakan. Sementara dalam kaitan pasokan, Patuan memastikan sampai saat ini masih aman.

“Dari 2,6 juta kiloliter yang disiapkan, 2,2 juta untuk tangkap dan 400 ribu kiloliter untuk budidaya. Sejauh in pasokan masih aman,” terang Pautan.

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko mengakui, tidak mudah untuk memberikan harga khusus untuk solar industri, karena berkaitan dengan harga keekonomian atau pasar. Namun demi kepentingan yang lebih besar, kata dia, bukan tidak mungkin pemerintah akan memberikan harga khusus pada nelayan.

“Nelayan ini kerjanya banyak menghidupi orang. Program pemerintah penurunan stunting ini juga butuh ikan sebagai nutrisi. Saya akan bekerja keras dan berjuang membantu nelayan mendapatkan harga khusus untuk solar industri,” tegas Moeldoko.

“Saya segera rapatkan dengan KemenESDM, karena ini perlu kebijakan khusus,” tandasnya.

Moeldoko juga memastikan, Kantor Staf Presiden peduli dan menangkap isu-isu yang berkaitan dengan nelayan. Ia mencotohkan, KSP telah menginisiasi kesepakatan antar kementerian/lembaga terkait dengan pemerintah daerah dalam penyediaan solar subsidi bagi nelayan 30 GT.

“Kesepakatan itu, sudah ditandatangani di Batam dua bulan lalu. Kita saat ini mengawal tindaklanjutnya,” pungkas Moeldoko.

Categories
Berita Berita KSP Peningkatan Ekonomi Maritim

Moeldoko : Nelayan Jangan Dipersulit Mendapatkan BBM Bersubsidi

Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko menekankan pentingnya kemudahan pengajuan
pembelian BBM bersubsidi bagi nelayan skala kecil. Mengutip survey koalisi KUSUKA 2020, Moeldoko menyebut, bahwa 69 persen nelayan kecil kesulitan membeli BBM subsidi, dan 78 persen mengalami kesulitan memperoleh surat rekomendasi.

“Selain surat rekomendasi, nelayan harus menyertakan lampiran-lampiran. Seperti KTP atau kartu tani, surat keterangan usaha, atau surat keterangan spesifikasi peralatan yang digunakan. Ini yuang dinilai menyulitkan,” kata Moeldoko, pada rapat koordinasi Kantor Staf Presiden bersama Kementerian/ Lembaga, di Batam Kepulauan Riau, Jum’at (24/6).

Sebagai informasi, persoalan penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan kecil menjadi salah satu isu yang dibahas dalam rapat koordinasi (rakor) Kantor Staf Presiden bersama kementerian/lembaga, di Batam Kepulauan Riau. Hal ini merupakan tindak lanjut amanah Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas (Ratas) pada 17 April 2020, terkait percepatan pemenuhan akses BBM bersubsidi untuk nelayan kecil.

Moeldoko menyampaikan, untuk memenuhi akses BBM bersubsidi bagi nelayan kecil, Kantor Staf Presiden mendorong kementerian/lembaga untuk melakukan percepatan Kartu Pelaku Usaha Bidang kelautan dan Perikanan (KUSUKA). Sebab, di dalam KUSUKA sudah terinput data-data nelayan, yang bisa menjadi pedoman untuk penentuan dan pengalokasian BBM bersubsidi.

“Ini tidak hanya mengoptimalkan penyerapan kuota BBM bersubsidi, tapi penyalurannya juga akan tepat sasara. KUSUKA itu by name by address, NIK, dan ukuran kapalnya juga terdata di kartu,” terang Moeldoko.

“Jadi kedepan nelayan tidak lagi kesulitan mengurus surat rekomendasi dan lampiran-lampirannya. Jika mereka membeli BBM tinggal menunjukkan kartu KUSUKA saja,” tambahnya.

Seperti diketahui, pada rakor juga dilakukan penandatanganan Nota Kesepakatan antara Kementerian ESDM, BPH Migas, Pertamina, dan enam Pemerintah Daerah, yakni Kepulauan Riau, Medan, Sukabumi, Cilacap, Bitung,dan Maluku Tengah, terkait penyederhanaan prosedur penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan, termasuk optimaliasi kartu KUSUKA sebagai basis data tunggal bagi nelayan.

“MoU ini menjadi pilot project dan akan dikembangkan ke daerah-daerah lain. KSP akan kawal penuh dan memasukkannya ke dalam Sismonev,” tegas Moeldoko.

Categories
Berita Berita KSP Kedeputian Kedeputian I Peningkatan Ekonomi Maritim

Datangi KSP, Nelayan dan Pelaku Usaha Perikanan Tangkap Mengadu Soal BBM Hingga Pajak

Jakarta – Nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap dari sejumlah daerah di pulau jawa mendatangi Kantor Staf Presiden, di gedung Bina Graha Jakarta, Jum’at (17/6). Mereka ditemui Tenaga Ahli Utama Alan F. Koropitan.

Dalam pertemuan tersebut, sejumlah persoalan terkait perikanan tangkap mengemuka. Diantaranya, soal harga BBM industri untuk kapal nelayan yang dirasa membenani nelayan dan pelaku usaha. Riswanto salah satu pelaku usaha perikanan tangkap asal Tegal Jawa Tengah mengaku keberatan dengan harga solar industri yang mencapai Rp 16.000 rupiah per liter. Padahal di saat bersamaan, harga jual ikan justru rendah sehingga tidak bisa mengimbangi mahalnya harga solar.

“Kami berharap ada kebijakan harga solar industri untuk kapal nelayan di atas 30 GT, yakni sebesar Rp 9.000 per liter. Dengan harga sekarang antara Rp 15.000 – Rp 16.000 sangat memberatkan para nelayan dan pelaku usaha. ,” ungkap Riswanto.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) cabang Tegal ini juga menyebut, bahwa nelayan juga mengalami kesulitan untuk mendapat Solar subsidi untuk kapal di bawah 30 GT. “Nelayan harus antre sampai dua bulan. Kami mohon ada penambahan kuota dan transparansi penyaluran solar subsidi untuk nelayan,” lanjut Riswanto.

Selain soal BBM Industri untuk kapal nelayan, dalam kesempatan itu nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap juga mengeluhkan kebijakan pemerintah Peraturan Pemerintah (PP) No 85/2021 tentang jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Kelautan Perikanan (KKP). Aturan yang dinilai memberatkan, yakni besaran tarif kenaikan PNBP kepada nelayan sekitar 5 – 10 persen.

Nelayan dan pelaku usaha memohon, agar indeks tarif PNBP pasca produksi untuk ukuran kapal lebih dari 60 GT adalah 2 persen, dan kapal ukuran antara lebih dari 60 GT dan kurang dari 1000 GT adalah 3 persen.

Menanggapi sejumlah aduan tersebut, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Alan F. Koropitan menegaskan, akan segera berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait. “Soal BBM kami akan segera koordinasikan dengan BPH Migas. Untuk soal tarif PBNP, juga segera kami sampaikan pada KKP sebagai pemegang otoritas,” tegas Alan.

Ia juga memastikan, pemerintah memberikan perhatian serius terhadap nasib nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap. Hal itu, imbuh dia, sesuai dengan amanah UU No 45/2009 tentang perikanan.

“Pangan laut berkelanjutan juga menjadi program prioritas Presiden. KSP yang mendapat mandat untuk memastikan program-program prioritas ikut mengawalnya. Hasil pertemuan ini akan kami sampaikan kepada Kepala Staf Kepresidenan bapak Moldoko, untuk nanti bisa disampaikan pada Presiden,” tutup Alan.