Categories
Berita Berita KSP Kedeputian Kedeputian I

Program Citarum Harum Butuhkan Kolaborasi Semua Pihak

BANDUNG – Pencemaran dan kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) CItarum di Provinsi Jawa Barat membutuhkan penanganan semua pihak. Termasuk diantaranya adalah Kementerian, Lembaga dan masyarakat sekitar. Dalam kunjungan ke Situ Cisanti Kabupaten Bandung akhir pekan ini, Kantor Staf Presiden (KSP) ingin memastikan Program Citarum Harum berjalan sesuai rencana. Program Citarum Harum telah diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum. “Kita melihat sejumlah instalasi untuk pengendalian kerusakan DAS CItarum,” ujar Tenaga Ahli Utama Kedeputian I KSP Trijoko M. Soleh Oedin pada Sabtu (28/11).

KSP meninjau Situ Cisanti yang merupakan titik nol DAS Citarum. Dalam kunjungannya, TAU Kedeputian I KSP Trijoko didampingi Kepala Harian Satgas Citarum Harum Mayjen TNI (Purn) Dedi Kusnadi Thamim. Trijoko menegaskan, pekerjaan DAS Citarum merupakan pekerjaan besar yang membutuhkan waktu yang cukup panjang. “Presiden Joko Widodo memiliki concern yang tinggi terhadap Sungai Citarum. Bahkan beliau memperkirakan pekerjaannya membutuhkan waktu hingga tujuh tahun,” ujar Triyoko.

Program Citarum Harum secara spesifik disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Oleh karena itu, Trijoko memastikan, KSP akan terus bekerja dalam mendorong sinergitas antar Kementerian/Lembaga dan menyukseskan program Citarum Harum. “Terlepas dari refocusing anggaran, suksesnya program Citarum Harum memerlukan sinergitas antar K/L, bukan hanya pemerintah namun juga non-pemerintah,” imbuh Trijoko.

Kunjungan ke Situ Cisanti juga memastikan pengelolaaan air limbah rumah tangga, ternak, serta pemasangan alat online monitoring kualitas air. Menurut Triyoko, untuk Instalasi Pengelolaan Air Limbag (IPAL) rumah tangga membutuhkan penguatan kelembagaan yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar diadopsi oleh masyarakat maupun pemerintah daerah. “Penguatan pemerintah daerah secara bertahap menyediakan IPAL rumah tangga, mulai dari mencarikan skema kebijakan.Tujuannya agar permukiman, khususnya perumahan memiliki IPAL terpadu,” ungkap Trijoko.

Sedangkan untuk IPAL ternak yang tersebar di hulu DAS Citarum, Trijoko menyatakan banyak contoh berhasil. Namun membutuhkan penguatan kelembagaan tingkat desa seperti peraturan desa, pemanfaatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), hingga pemanfaatan Dana Desa. Sementara soal Online Monitoring Kualitas Air (ONLIMO), Triyoko memberikan apresiasi terhadap pemasangan alat tersebut. “Namun perlu ditingkatkan manfaatnya sehingga alat ini menjadi power full sebagai salah satu early warning system pada kualitas air di DAS Citarum,” ujar Trijoko.

Aliran Sungai Citarum membentang sepanjang 297 kilometer yang melintasi 13 Kabupaten/Kota mulai dari Situ Cisanti, Kabupaten Bandung hingga bermuara di Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Adapun cakupan luasan DAS Citarum cukup besar hampir 20% dari total luas Provinsi Jawa Barat.

Kepala Harian Satgas Citarum Harum Mayjen TNI (Purn) Dedi Kusnadi Thamim menambahkan, merevitalisasi Situ Cisanti bukan pekerjaan mudah. Apalagi saat ini, jika akhir pekan banyak komunitas-komunitas yang semakin ramai berkunjung. “Kami bekerja keras membersihkannya,” ujar Dedi.

Categories
Berita Berita KSP Kedeputian Kedeputian I

KSP Pastikan Pembangunan Tol Yogya-Solo Tak Menimbulkan Gejolak Sosial

YOGYAKARTA – Isu sosial menjadi fokus perhatian Kantor Staf Presiden (KSP) dalam proses pembangunan Tol Yogya – Solo. Salah satunya mengenai rancangan trase tol ini melewati Pondok Pesantren (Ponpes) Assalafiyyah di Dusun Mlangi (Sleman) yang telah berdiri sejak tahun 1936. Melalui mediasi yang dilakukan KSP, akhirnya pihak Ponpes menyatakan bersedia untuk direlokasi.

Irwan Masduqi, salah satu pimpinan Ponpes Assalafiyyah menyadari, pembangunan tol merupakan proyek strategis nasional yang manfaatnya sangat luas, baik dalam bidang transportasi maupun ekonomi negara. “Kami menudukung niat pemerintah dan proyek jalan ini akan membawa dampak yang baik bagi masyarakat sekitar,” ujar Irwan dalam pertemuan mediasi yang digelar Kedeputian I KSP di Yogya, Selasa (17/11)

Deputi I Kepala Staf Kepresidenan Febry Calvin Tetelepta meminta pembicaraan yang lebih teknis terkait proses pengukuran, relokasi gedung, dan pemberian jalan akses dapat dilakukan segera. “Kantor Staf Presiden mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-bersarnya kepada pihak Ponpes yang telah legowo dan mendukung penuh program pembangunan pemerintah ini,” ungkap Febry.

Seluruh pihak diminta untuk mengedepankan sisi kemanusiaan dalam pelaksanaan program-program pemerintah, khususnya di bidang pembangunan infrastruktur.

“Kami ingin agar proses pembangunan tidak meninggalkan jejak buruk. Gejolak sosial harus dihindari” ujar Febry. KSP melalui Kedeputian I akan terus memastikan pembangunan infrastruktur berjalan dengan baik tanpa menimbulkan gejolak sosial yang berarti.

Sebagai informasi, Tol Yogya – Solo membentang sepanjang lebih dari 96 Km ini ditargetkan akan mulai beroperasi pada tahun 2023. Tol ini terbagi ke dalam tiga seksi, yaitu Kartosuro (Solo) – Purwomartani (Sleman) sepanjang 42,4. Sedangkan sesi II menghubungkan Purwomartani (Sleman) – Gamping (Sleman) sepanjang 23,4 km, dan Gamping (Sleman) – Yogyakarta Internation Airport (Kolon Progo) sepanjang 30,8 km.

Categories
Berita Berita KSP Kedeputian Kedeputian I

KSP Dorong Percepatan Pembangunan Bendungan Karian Lebak

JAKARTA – Kantor Staf Presiden (KSP) mewakili Pemerintah ikut mengawal penyelesaian pembangunan Bendungan Karian di Desa Pasirtandung, Kecamatan Rangkasbitung, Lebak, Banten. Terlebih, pengerjaan proyek di atas lahan seluas 2.226 hektare ini telah tertunda sekian lama. Untuk itu, KSP berharap seluruh pihak yang terlibat dalam pembangunan Bendungan Karian harus bekerja secara extraordinary.

Seperti penuturan Tenaga Ahli Utama KSP Helson Siagian saat menggelar Koordinasi dan Kunjungan Lapangan Pembangunan Bendungan Karian di Lebak, Banten, Kamis (12/11). Helson menyampaikan, pihaknya memahami adanya pandemi COVID-19 menyebabkan pekerjaan Bendungan Karian tersebut tertunda sekian lama. Namun dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, maka tidak ada alasan lagi untuk menunda-nunda pekerjaan tersebut.

“Protokol kesehatan adalah kunci percepatan pembangunan di masa pandemi ini. Tidak ada lagi alasan menunda pekerjaan. Satu hari tertunda, dampaknya bisa berpuluh bahkan ratusan hari,” tegas Helson.

Sebagai informasi, bendungan terbesar ketiga di Indonesia ini akan memiliki fungsi sebagai pengendali banjir bagi kawasan strategis seperti Jalan Tol Jakarta-Merak dan Kawasan Industri Terpadu di Provinsi Banten dengan kapasitas tampung banjir sebesar 60,8 juta m­­3. Selain itu, bendungan dengan kapsitas total sebesar 314,7 juta m3 ini juga akan menjadi sumber penyediaan air bagi Rumah Tangga – Kota – Industri di Kabupaten Lebak, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan DKI Jakarta.

Bendungan Karian, Banten ini akan memiliki fungsi sebagai pengendali banjir bagi kawasan strategis

Pada 2017, proyek bendungan yang pembangunannya telah direncanakan sejak tahun 80-an pernah dikunjungi Presiden Joko Widodo. Saat ini, progres pekerjaan fisik telah mencapai 77,3%. Walaupun pekerjaan fisik belum tuntas 100%, keberadaan bendungan ini telah membawa manfaat dalam mencegah kerusakan yang lebih besar pada saat bencana banjir melanda beberapa kabupaten/kota di Provinsi Banten di awal tahun 2020.

Adapun, sebagian besar dari lahan ini dibutuhkan untuk menampung genangan air seluas 2.156 Ha. Dari total kebutuhan lahan ini, sekitar 60%nya telah berhasil dibebaskan. Sebagaimana kebanyakan proyek pembangunan infrastruktur, pembebasan lahan adalah permasalahan utama yang harus diselesaikan. “Hal ini juga mendapat perhatian khusus dari KSP,” tutup Helson.

Categories
Berita Berita KSP Kedeputian Kedeputian I

UU Cipta Kerja Perkuat Nelayan Naik Kelas


JAKARTA – Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker ) mengatur sektor maritim agar lebih memiliki daya saing. Salah satunya ialah memperkuat peran nelayan dan melindungi nelayan dengan pertimbangan yang menyeluruh. Tenaga Ahli Utama Kedeputian I Kantor Staf Presiden (KSP) Alan F. Koropitan menuturkan, dalam hal definisi nelayan mempertimbangkan aspek holistik berarti tidak hanya melihat kapasitas usaha dari ukuran kapal, melainkan juga modal usaha khususnya dari dalam negeri sehingga nelayan bisa naik kelas. “Misalnya, pemilik kapal dibawah 10 gross ton, tapi punya modal besar dan mesin kapasitas besar. Ini tidak bisa masuk kategori nelayan kecil. Negara akan mengatur melalui UU Ciptaker dengan aturan turunan melalui RPP,” ungkap Alan, Senin (9/11).

Menurut Alan, UU Ciptaker akan mempertajam definisi supaya semakin memperkuat pengelolaan yang tepat sasaran. Alan mencontohkan 96 % kapal ikan berada dibawah 10 Gross Ton (GT). Bahkan jika lebih spesifik, 68% diantaranya adalah perahu motor tempel dan perahu tanpa motor yang tidak mungkin berlayar ke area Zona Ekonomi Eksklusif. “Dengan UU CIptaker dan aturan turunannya maka definisi nelayan akan dipadankan dengan kategori UMKM sehingga dapat mendorong para nelayan untuk memperoleh akses permodalan dari perbankan serta bantuan pemerintah lebih tepat sasaran. Izin di sektor UMKM semakin mudah dalam UU Ciptaker,” ujar Alan.

Selain itu, Alan menegaskan, Pemerintah punya semangat nasionalisme tinggi, terutama dalam hal kedaulatan negara. Salah satunya mengenai aturan akses asing terhadap pengelolaan perikanan, terutama di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Alan menyampaikan, kedaulatan wilayah itu hanya berlaku untuk perairan teritorial, bukan ZEE. “Tapi kita memiliki hak berdaulat di ZEE, yang meliputi hak eksplorasi, eksploitasi dan pemeliharaan keberlanjutan lingkungan,” kata Alan.

Pemerintah akan mempertahankan kedaulatan wilayah dengan mati-matian (nasionalisme). Hal ini pun sekaligus memastikan bahwa UU Ciptaker selaras dengan Undang-undang Perikanan sebelumnya, dimana yang tetap menegaskan akses asing harus didahului dengan perjanjian perikanan bilateral. “Artinya kan kita berhak memberi izin atau tidak terhadap kapal asing,” tambah Alan. Saat ini, Indonesia tidak membuka izin masuk kapal asing, sesuai kondisi tersedia melalui Perpres 44 tahun 2016, dimana melarang modal asing di sektor penangkapan ikan, 100% harus modal dalam negeri.

Pada sisi lain, pemerintah telah meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) tentang kesanggupan Pemerintah Indonesia dalam mengelola sektor kelautan.
Dalam Pasal 5 ayat (3) UU No 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia menyebutkan bahwa eksplorasi dan eksploitasi suatu sumber daya alam hayati di daerah tertentu di ZEE Indonesia oleh pihak asing dapat diizinkan jika jumlah tangkapan yang diperbolehkan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk jenis tertentu melebihi (surplus) dari kemampuan Indonesia untuk memanfaatkannya.
Hal ini pernah berlangsung pada tahun 2001 hingga 2006. Indonesia pernah memberi kesempatan kepada pihak asing (Thailand, Filipina dan China) untuk menangkap ikan di ZEE melalui perjanjian kerjasama bilateral. “Jika Indonesia sanggup menggelola sepenuhnya maka artinya Indonesia mampu dan tidak perlu melibatkan asing.” jelas Alan.

Categories
Berita Berita KSP Ekonomi Kedeputian Kedeputian I

KSP Pastikan Ketersediaan Gas untuk Kawasan Industri Batang

Semarang – Kantor Staf Presiden (KSP) melalui Kedeputian I meninjau pengembangan kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, Jawa Tengah, yang merupakan salah satu bagian dari arahan Presiden Joko Widodo dalam pemulihan ekonomi nasional. Tenaga Ahli Utama Bidang Energi Kedeputian I KSP Yusuf Didi Setiarto mencermati kebutuhan aksesibilitas gas bumi yang kerap menjadi pertanyaan calon investor.

“Dengan berbagai opsi yang disiapkan PGN dalam menghadirkan aksesibilitas gas bumi di KIT Batang, diharapkan arahan Presiden menghadirkan Kawasan Industri yang kompetitif di Utara Jawa dapat diwujudkan,” ujar Yusuf di Semarang, Jawa Tengah (6/11).

Ia menegaskan, menjembatani arahan Presiden dengan inovasi solusi teknis di lapangan, merupakan bentuk nyata tugas Pengendalian Program Prioritas yang menjadi tugas pokok dan fungsi KSP. Oleh karena itu, KSP juga mengadakan pembahasan mendalam mengenai aksesibilitas gas bumi dengan PT Kawasan Industri Wijayakusuma sebagai calon pengelola KIT Batang dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN.

Salah satu solusi teknis dengan menggunakan konsep compressed natural gas (CNG) sehingga tidak memerlukan pembangunan pipa khusus. CNG dapat diangkut menggunakan kendaraan roda 4, bersifat mobile dan dapat disiapkan dalam waktu singkat. PGN sendiri telah mengoperasikan fasilitas Pressure Reducing Station CNG di Semarang. “Fasilitas ini bisa dijadikan rujukan, agar juga dapat dipasang di KIT Batang,” ujar Yusuf memberikan masukan kepada PT PGN.

Melalui tinjauan ini, KSP ingin memastikan, kawasan dengan rencana induk seluas 4.300 hektare ini memberi nilai tambah signifikan bagi perekonomian nasional dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Terlebih, kawasan ini punya infrastruktur yang lengkap meliputi jalan tol, jalan nasional, jalur kereta api, hingga kapasitas ketenagalistrikan.

“Terutama bisa mengundang investasi berkualitas dan bersinergi dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM),” ungkap Yusuf.

Dalam rancangan awalnya, aksesibilitas gas bumi untuk KIT Batang akan menggunakan Jalur Pipa Transmisi Gas Bumi Cirebon-Semarang (CISEM). Namun PT Rekayasa Industri (Rekind) yang menyerahkan kembali penetapan sebagai pemenang lelang hak khusus, menyebabkan pembangunan Pipa Transmisi CISEM kembali ke titik 0.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran kelanjutan proyek tidak akan mengejar kesiapan KIT Batang. Dalam pertemuan di Semarang diputuskan, PT KIW akan tetap menyiapkan konsep infrastruktur gas bumi dalam Master Plan dan AMDAL KIT Batang dan PT PGN akan menyiapkan solusi teknis terkait ketersediaan gas bumi tersebut.