Categories
Berita Berita KSP

Kepala Staf Kepresidenan Tegaskan Pemerintah Lawan Vampirenomics Rentenir Lewat Akses Perumahan Terjangkau

Denpasar — Kepala Staf Kepresidenan, Muhammad Qodari menegaskan bahwa praktik rentenir adalah ancaman nyata bagi kesejahteraan rakyat kecil. Ia menyebut praktik tersebut sebagai “Vampirenomics”, ekonomi yang bekerja mengisap darah masyarakat miskin, dan menegaskan bahwa negara kini hadir dengan skema pembiayaan yang lebih adil dan terjangkau.

Pernyataan itu disampaikan Qodari dalam kegiatan Percepatan Penyaluran Kredit Program Perumahan (KPP) dan Sosialisasi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) bersama Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, serta Gubernur Bali I Wayan Koster di Universitas Udayana, Jimbaran, Senin (24/11).

Acara ini digelar bersama Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan dihadiri sekitar 1.000 peserta, termasuk 300 debitur mikro binaan Permodalan Nasional Madani (PNM) yang selama ini membutuhkan pembiayaan tanpa terjerat rentenir.

Dalam sambutannya, Qodari menjelaskan bahwa bagi Presiden Prabowo Subianto, program perumahan bukan sekadar pembangunan fisik, tetapi wujud nyata keadilan sosial dan keadilan ekonomi.

Ia menyoroti bahwa salah satu tantangan terbesar masyarakat berpenghasilan rendah adalah jeratan bunga tinggi dari rentenir.

“Rentenir adalah musuh keadilan sosial. Mereka menjerat rakyat kecil dalam utang yang tidak berkesudahan. Kalau kata Presiden: Serakahnomics, kalau kata saya: Vampirenomics, yang kerjaannya mengisap darah rakyat kecil,” tegas Qodari.

Menurutnya, skema pembiayaan negara seperti KUR Perumahan, FLPP, PNM, dan SMF adalah senjata utama untuk memutus praktik vampirenomics tersebut.
“Semua skema ini harus mudah diakses dan cepat. Karena renteiner itu mudah diakses dan cepat. Kalau bunganya lebih rendah dan prosesnya sederhana, rakyat pasti pindah dari renteiner ke KUR, FLPP, dan PNM,” ujarnya.

Qodari menambahkan bahwa PNM berperan di tingkat paling mikro dengan bedah rumah skala kecil.
“PNM membantu Ibu-ibu memperbaiki atap bocor, mengganti lantai, sampai membangun MCK layak. Ini pintu masuk pertama agar keluarga mikro bisa naik kelas dan siap mengakses KPR,” jelasnya.

Sementara SMF, lanjut Qodari, adalah mesin besar yang memastikan perbankan tetap mampu menyalurkan KPR jangka panjang.
“SMF itu jantung operasi. Dia membeli KPR dari bank agar likuiditas terus ada. Dengan begitu, warung KPR tetap buka dan rakyat tetap bisa mengakses rumah layak,” katanya.

Kepala Staf Kepresidenan juga menegaskan bahwa program pembangunan dan renovasi 3 juta rumah, masing-masing 1 juta di desa, pesisir, dan perkotaan, bukan hanya agenda sosial, tetapi juga lokomotif ekonomi nasional.
“Pembangunan dan renovasi 3 juta rumah bisa mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8%. Ada 185 industri yang bergerak dari semen, pasir, baja ringan, cat, hingga perabot rumah tangga. Bapak Ibu semua adalah pahlawan ekonomi di balik program ini,” ujar Qodari.

Qodari menutup sambutan dengan ajakan kuat untuk memerangi praktik rentenir dan memastikan pembiayaan negara benar-benar menjangkau rakyat.

“Kita harus memastikan rakyat Bali memiliki rumah lewat skema pemerintah—itu jalan kebaikan. Utang ke renteiner adalah jalan kerusakan. Mari sukseskan KUR Perumahan, FLPP, dan KPP. Mari kita lawan Vampirenomics dengan kebijakan yang nyata,” tegasnya.

Sementara itu, Menteri PKP Maruarar Sirait menegaskan bahwa KPP merupakan solusi konkret untuk menyediakan pembiayaan murah dan aman bagi UMKM perumahan.

“KPP hadir dengan bunga 5% untuk toko bangunan, kontraktor, dan pengembang, serta bunga 6% untuk UMKM yang ingin membangun, membeli, atau merenovasi rumah. Ini jauh lebih ringan dibanding pinjam ke rentenir,” kata Maruarar.