Jakarta – Kantor Staf Presiden (KSP) tegaskan bahwa UU KUHP yang baru tidak lagi berorientasi pada keadilan retributif sebagaimana terefleksikan pada KUHP lama, namun kini KUHP turut mengandung elemen keadilan rehabilitatif yang lebih relevan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kondisi masyarakat
Indonesia.
Terlebih lagi, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Rumadi Ahmad menyampaikan bahwa konsep pemidanaan pada KUHP kini jauh lebih relevan, karena pengaturan terkait pidana khususnya pidana pokok kini tidak hanya mengedepankan pada pidana penjara, namun juga meliputi pidana
pengawasan dan pidana kerja sosial.
“Melalui pengaturan pidana pengawasan dan pidana kerja sosial sebagai alternatif dari pidana penjara, KUHP baru turut
mengedepankan konsep pidana yang lebih mengedepankan aspek perbaikan baik bagi pelaku maupun korban,” kata Rumadi, Rabu (21/12).
Disahkannya KUHP yang baru, tidak hanya berlaku sebagai kodifikasi hukum pidana nasional sebagai manifestasi pembaharuan KUHP yang sebelumnya merupakan peninggalan Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda, namun juga mewujudkan paradigma hukum pidana modern.
Hal ini dapat dibuktikan pengaturan terkait perihal rehabilitasi, pelatihan kerja, perbaikan akibat tindak pidana, dan lain sebagainya, yang tercantum dalam KUHP yang baru dan belum pernah ada dalam KUHP sebelumnya.
Rumadi menyampaikan bahwa, “Seyogianya elemen rehabilitatif pada KUHP mencerminkan keadilan tersendiri karena tidak hanya mengedepankan penerapan sanksi bagi pelaku kejahatan, namun juga mengedepankan upaya perbaikan pada pelaku sehingga tidak mengulangi perbuatannya lagi.”
Dengan begitu, KUHP yang baru menjamin bahwa hukum pidana bukan sarana balas dendam. Tidak hanya korban kejahatan dipenuhi hak pemulihannya, namun pelaku kejahatan juga dikoreksi perilakunya.
“Upaya rehabilitatif tersebut penting agar pelaku kejahatan dapat kembali melaksanakan fungsi sosial yang positif dan konstruktif dalam rangka mengembalikannya untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna,” tutup Rumadi.