Categories
News KSP News Ekonomi Deputies Deputy Chief of Staff for Economy

Percepat Alokasi Pengadaan Barang dan Jasa Pemda Bagi UMKM, KSP Panggil LKPP dan Kemendagri

JAKARTA – Pengalokasian 40% pengadaan barang dan jasa Pemerintah Daerah bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan koperasi, perlu percepatan. “Pelaksanaannya belum maksimal karena baru terimplementasi di 12 provinsi,” jelas Deputi III Kantor Staf Presiden (KSP) Panutan S. Sulendrakusuma saat bertemu Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, Jumat (30/4).

Deputi III KSP memaparkan, kewajiban pengalokasian 40% pengadaan barang dan jasa Pemerintah sudah ditegaskan pada UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan peraturan turunannya. Di antaranya Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2021 Tentang Kemudahan Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Peraturan Presiden No.12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Menanggapi pernyataan Panutan, Sestama LKPP Setya Budi Arijanta menjelaskan ada beberapa tantangan dalam implementasi pemberdayaan usaha kecil dalam pelaksanaan Program Belanja Langsung (BELA). Salah satunya mengenai penggunaan kartu kredit pemerintah/KKP yang baru digunakan di beberapa K/L. Ada juga kendala pembayaran langsung/dimuka oleh UMK, perpajakan pusat dimana ada kewajiban bendahara untuk pungut dan potong.
Belum lagi model pertanggungjawaban yang masih beragam khususnya di daerah, dan yang terakhir terkait pajak daerah dimana bendahara diwajibkan memungut pajak daerah dengan nilai yang tidak seragam. “Kami usulkan sosialisasi secara masif,” ujar Setya.

Direktur Perencanaan Anggaran Daerah Kementerian Dalam Negeri Bahri menjelaskan, dalam rangka percepatan pengadaan barang/jasa pemerintah daerah perlu memanfaatkan dan mengintegrasikan sistem pengadaan yang terdiri dari Sistem informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP), E-Tendering/E-Seleksi, E-Purchasing, Non-E-Tendering dan Non-E-Purchasing, serta E-Kontrak. Dengan begitu, bisa meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola PBJ. “Kemendagri menggandeng LKPP dan stakeholder terkait dalam melakukan langkah monitoring dan evaluasinya,” tutur Bahri.

Baik LKPP dan Kemendagri pun sepakat bahwa secara substantif telah memiliki pemahaman yang sama. Selain itu, disepakati juga percepatan proses finalisasi penyusunan surat edaran bersama Mendagri dan Kepala LKPP tentang pelaksanaan PBJ pemerintah untuk UMKM oleh Pemda. Selain itu, Kemdagri dan LKPP sepakat untuk melakukan sosialisasi tentang PBJ yang diatur dalam Perpres No.16 Tahun 20218 yang telah diubah dalam Perpres No.12 Tahun 2021 untuk menjamin pelaksanaan secara berkelanjutan.