Masalah konektivitas jalur darat dan harga komoditi yang mahal di kawasan pegunungan Papua bakal bisa terselesaikan sebelum masa pemerintahan Jokowi berakhir.
Optimisme tersebut diungkapkan Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan di Papua, Selasa (4/8). Luhut mengunjungi Papua untuk melihat lebih dekat persoalan di bumi Cenderawasih serta mencari peta solusinya. Sebelum ke Puncak Jaya, Luhut mengunjungi distrik Mamit di Kabupaten Tolikara, lalu ke lokasi pembangunan kios dan musala yang terbakar dan berdialog dengan kepala-kepala distrik Papua di Jayapura.
Sulitnya akses darat di beberapa wilayah di Papua membuat harga barang di Papua sangat mahal. Misalnya di Puncak Jaya, indeks kemahalan konstruksi sebesar 413,38 atau tertinggi ketiga di Papua.
Luhut mengatakan, pemerintahan Jokowi sangat serius memperhatikan pertumbuhan infrastruktur di Papua. Dana bukan lagi menjadi masalah sejauh penggunaannya sesuai dengan undang-undang. Bila akses ke masing-masing daerah terhubung akan memperlancar arus barang dan menurunkan harga.
Ia juga menyinggung rencana pemerintah membuka jalur dari kawasan selatan atau sekitar Wamena ke utara arah Membramo yang diperkirakan bisa mencapai panjang lebih dari 500 km. Jika itu terjadi, wilayah yang terisolasi bisa dijangkau lewat darat serta harga komoditi di kawasan pegunungan tidak semahal sekarang.
“Saya sudah dapat gambaran mengenai konektivitas di wilayah pegunungan Papua sehingga saya kira bisa terselesaikan pada 2018,” kata Luhut didampingi Deputi IV Kantor Staf Presiden Bidang Komunikasi Politik dan Desiminasi Informasi Eko Sulistyo, Deputi V Bidang Analisis Data dan Informasi Strategis Andogo Wiradi dan Staf Khusus Bidang Politik dan Media Atmadji Sumarkidjo.
Luhut menekankan, Papua harus menjadi milik orang Papua. Untuk itu orang Papua harus mampu bersaing dengan para pendatang karena di era sekarang ini kita tidak bisa melarang orang untuk datang. Kunci agar mampu bersaing adalah pendidikan.
“Siapkan anak-anak kita dengan pendidikan yang baik,” katanya seraya mencontohkan model peningkatan kualitas pendidikan di Papua yang berhasil mendidik anak-anak Papua yang dikerjakan oleh Yayasan Papua Harapan di Mamit, Tolikara.
“Saya lihat anak-anak Papua yang jago-jago matematika. Mereka bisa jika kualitas pendidikannya kita benahi,” ujarnya.
Luhut juga menekankan pentingnya menjaga kebersamaan dan toleransi antar umat beragama di Papua. Saat mengunjungi Puncak Jaya, Luhut sempat mendatangi Gereja GIDI dan Masjid Mujahidin Mulya yang letaknya berdekatan.
Kategori: Berita KSP
Kunjungan Kehormatan PGI
Kepala Staf Kepresidenan RI di gedung Bina Graha Jakarta pada 24 Juli 2015 telah menerima kunjungan dari Pengurus Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Topik utama yang menjadi pembahasan adalah mengenai insiden Torikara. PGI menampaikan kepada KSP hasil temuan tim yang dikirimkan ke Papua. Kunjungan pimpinan PGi sangat penting karena KSP dalam waktu dekat berencana untuk mengunjungi wilayah provinsi Papua, termasuk mengunjungi Torikara.
Pihak PGI melaporkan bahwa sehari setelah isniden di kota Karubaga di Kabuoaten Tolikara tersebut, suasana yang kondusif telah tercipta antara pihak-pihak yang tadinya berselisih faham. Baik KSP maupun pihak PGI mengharapkan kasus tersebut menjadi yang terakhir yang terjadi di Bumi Papua. Dalam kesempatan itu, KSP menawarkan salah satu pengurus PGI untuk mengikuti kunjungannya ke Papua. Pihak PGi kemudian menugaskan pendeta Henrek Lorela, MSi untuk ikut dalam perjalanan kerj KSP ke Papua.
Pada tanggal 3 Juli 2015 lalu, Kepala Staf Kepresidenan RI melakukan kunjungan kerja ke Lapangan Terbang (Lapter) TNI-AL di daerah Grati, Pasuruan. Dalam kunjungan tersebut yang didampingi oleh Komandan Pusat Penerbangan TNI-AL (Puspenerbal) Laksma TNI Sigit Setiyanta dan sejumlah stafnya.
Tujuan kunjungan ke Grati tersebut terutama untuk melihat sendiri kondisi lapangan terbang tersebut dalam kaitan pengembangan lapangan terbang sehingga bisa digunakan secara optimal oleh TNI-AL sebagai tempat latihan. Semenjak Lanudal (Pangkalan Udara TNI-AL) Djuanda di Surabaya semakin penuh banyak digunakan untuk penerbangan sipil, pihak Pusperbal sebagai “pemilik” asli dari Djuanda semakin mengalami kesulitan mendapatkan slot waktu untuk melakukan latihan, baik latihan terbang maupun aktivitas seperti penerjunan.
Kepala Staf mendapat paparan dari Komandan Puspenerbal mengenai kondisi fisik Lapter tersebut yang memiliki sebuah landasan sepanjang 1200 x 40 meter, apron seluas 40 x 45 meter dan taxiway 15 x 80 meter. Menurut Laksma Sigit, dengan panjang landasan 1200 meter, maka pangkalan tersebut hanya bisa didarati oleh pesawat sejenis Casa N-212 atau helicopter. Karena itu ia mengharapkan panjang landasan bisa dibuat menjadi 1800 meter sehingga mampu didaratkan oleh pesawat sejenis C-130 Hercules atau CN-235 MPA.
Sementara itu KSP memandang perlu agar panjang landasan Lapter Grati lebih baik dibuat optimal sehingga bisa menjadi landasan sepanjang 2400 meter. Lapter tersebut juga nantinya harus dilengkapi dengan fasilitas hanggar, mes untuk awak, ruangan brifing dan gedung untuk Komando Latihan Penerbal. Menurut KSP, Menkeu secara prinsip sudah sepakat untuk memberikan dana bagi pengembangan Lapter Grati sehingga kegiatan latihan mereka yang sangat diperlukan bagi pemeliharaan kemampuan professional mereka.
Seperti diketahui, Bandar udara internasional Djuanda yang dibangin tahun 1963 tadinya adalah pangkalan udara milik TNI-AL yang ketika itu dipersiapkan untuk operasi militer pembebasan Irian Barat (sekarang Papua). Tetapi karena perkembangan waktu dan akibat pemerintah belum mampu membangun Bandar udara sipil sendiri, makaKementerian Perhubungan dan Markas Besar ABRI bekerja sama agar pangkalan dengan landasan pacu sepanjang 3000 meter tersebut bisa digunakan untuk keperluan sipil hingga sekarang ini.
Sebelum terbang dan memeriksa fasilitas di Lapter Grati, KSP menerima brifing dari Komandan Puspenerbal serta jajarannya di ruang VIP Lanudal Djuanda. Turut mendampingi kunjungan kerja KSP Deputi III Purbaya Yudhi Sadewa, Deputi IV KSP Eko Sulistyo, Deputi V Andogo Wiradi, Stafsus KSP Atmadji Sumarkidjo serta sejumlah staf lain. Sebelumnya KSP dan rombongan mencoba pesawat CN-235 MPA milik TNI-AL dalam penerbangan singkat dari Lanud Iswahudi ke Lanudal Djuanda. Dalam penerbangan KSP menyaksikan gelar kemampuan peralatan canggih dalam pesawat tersebut.
Kepala Staf Kepresidenan RI pada tanggal 3 Juli 2015 lalu mengadakan kunjungan kerja di kompleks PT Industri Kereta Api (Persero) yang disingkat PT Inka di Madiun, Jawa Timur. Dalam kunjungan tersebut selain mendapat paparan dari Dirut PT Inka R. Agus H. Purnomo serta jajaran direksinya, juga meninjau semua fasilitas yang terdapat di lokasi seluas 22 hektar ini.
KSP menyatakan kagum terhadap potensi yang dimiliki oleh BUMN yang khusus membuat kereta api ini, lebih-lebih karena PT Inka memberdayakan industri-industri kecil di Madiun dan seputarnya menjadi pemasok mereka.
PT Inka dengan kapasitas sekarang ini mampi memproduksi gerbong barang sebanyak 300 unit/tahun, kereta penumpang 120 unit/tahun, kereta jenis KRL (Kereta Rel Listrik) sebanyak 40 unit/tahun, lokomotif 15 unit/tahun dan bogie sebanyak 300 carset/tahun. Perusahaan pelat merah itu diam-diam mampu melakukan kespor produk mereka ke beberapa negara, antara lain sejumlah gerbong barang ke Thailand, Malaysia, Singapura dan Australia. Tahun ini mereka sedang menyelesaikan kontrak pembuatan kereta-kereta penumpang pesanan dari Bangladesh.
Menurut Dirut PT Inka, sejak beberapa tahun terakhir PT Inka telah melakukan kemitraan dengan sejumlah industri di dalam negeri. Dengan PT Krakatau Steel dilakukan untuk mendatangkan materi utama seperti baja. Dengan PT LEN di Bandung mereka bekerjasama dalam pembuatan sistem signal. Kerjasama dengan Pt Pindad dilakukan dalam pembuatan brake system (sistem pengereman) dan fastening (penguat) rel. Sementara itu dengan PT Barata Indonesia dilakukan kerjasama pembuatan coupler, bogie, casting dan axle box.
Dalam kunjungan KSP tersebut pihak Direksi PT Inka memaparkan rencana mereka ke depan, antara lain untuk membeli bidang anah ang lebih luas di dekat pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Alasan untuk membuat panrik baru di Surabaya ini karena kompleks pabrik di Madiun sudah tidak bisa dikembangkan lagi karena keterbatasan lahan, sementara karena jaraknya cukup jauh dari pelabuhan ekspor, mereka mengalami kesulitan untuk membawa produk mereka melalui jalur data. Atas alasan ini KSP bernaji akan membawa masalah tersebut ke pemerintah pusat di Jakarta.
Kunjungan Kerja ke Pelindo Surabaya
Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan mengunjungi sejumlah fasilitas milik PT Pelindo III, di antaranya Terminal Teluk Lamong dan Gapura Surya Nusantara di Surabaya, serta Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) di Gresika pada 3 Juli 2015.
Luhut memuji proyek-proyek modern yang dimiliki Pelindo III. Menurut mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan ini, Pelindo III sudah berpikir dan memetakan arah pembangunan hingga jauh ke masa depan.
Misalnya, Terminal Teluk Lamong yang menjawab harapan pemerintah akan pelabuhan yang efisien. Terminal ini merupakan pelabuhan logistik terbaru dengan fasilitas yang paling modern berupa mesin bongkar muat semi otomatis dan berbagai teknologi ramah lingkungan.
“Ini luar biasa. Ini bisa memotong cost hingga 40 persen. Dan lebih kagum lagi, semua orang Indonesia,” ujar Luhut.
Luhut menambahkan, jika semua pelabuhan di Indonesia melakukan hal yang sama, maka target pemerintah memotong 50 persen biaya logistik dalam lima tahun bisa terjadi. Pelabuhan modern seperti Terminal Teluk Lamong, bisa mengurangi biaya transportasi logistik dari 14,1 persen saat ini, menjadi tinggal 7 persen dalam lima tahun pada 2019.
“Artinya kita bisa hemat Rp 20-25 miliar dolar (AS) per tahun. Dan kita tidak jauh dengan Jepang yang hanya 4,9 persen. Pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen bukan hal yang susah. Tapi harus diikuti pertumbuhan industri,” jelasnya.