Categories
Berita Kedeputian Kedeputian V

KSP Inisiasi Forum Terbuka Pembahasan PPHAM, Jamin Upaya Pemenuhan Hak Korban

Jakarta – Kantor Staf Presiden (KSP) bersama Komnas HAM dan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) memprakarsai forum yang membahas Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Non Yudisial (PPHAM) secara terbuka dan komprehensif, di Jakarta, Jumat (21/10) kemarin.

Forum ini bertujuan untuk menjawab kekhawatiran publik bahwa PPHAM tidak akan menutup jalur penyelesaian melalui Pengadilan HAM, karena tuntutan pidana terhadap orang yang bersalah tetap menjadi tanggung jawab Jaksa Agung sebagaimana diatur dalam UU Pengadilan HAM. Dengan begitu, hasil kerja Tim PPHAM bukan merupakan substitusi dari Kejaksaan Agung.

“Pembentukan Tim PPHAM ini adalah komitmen serius Presiden untuk menyelesaikan pelanggaran HAM Berat Masa Lalu melalui jalur luar pengadilan (non-yudisial) yang melengkapi mekanisme yudisial. Kedua jalur penyelesaian ini sesuai dengan UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” tegas Jaleswari Pramodhawardani, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan.

Dalam forum yang juga dihadiri oleh wakil ketua Tim PPHAM Ifdhal Kasim dan Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin Al Rahab tersebut, disampaikan bahwa Keppres No. 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim PPHAM merupakan by pass atas kebuntuan upaya penyelesaian pelanggaran HAM Berat dan ‘jalan tol’ bagi komitmen pemenuhan hak korban yang telah bertahun-tahun belum terealisasi.

“Penanganan Non Yudisial tersebut dilakukan secara paralel dan komplementer terhadap penyelesaian yudisial yang dimulai dengan proses peradilan di Pengadilan HAM kasus di Paniai terjadi tahun 2014 yang digelar di Pengadilan Negeri Makassar,” imbuh Jaleswari.

Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo resmi menandatangani Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang pembentukan Tim PPHAM pada 26 Agustus lalu. Keppres ini merupakan komitmen pemerintah untuk melaksanakan tanggung jawab negara dalam mengingat, memulihkan dan menjamin ketidak berulangan sebagaimana diatur dalam Prinsip-prinsip Pemajuan dan Perlindungan HAM melalui Aksi-Aksi Melawan Impunitas yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2005.

“Kami sudah lelah dan lebih banyak kecewa setiap kami pergi audiensi meminta pertanggungjawaban pengungkapan kasus penghilangan paksa 97-98. Keppres ini memberikan ketenangan bagi kami, paling tidak kami diberi perhatian oleh pemerintah,” kata Paian Siahaan, orang tua dari Ucok Munandar, korban penghilangan paksa tahun 1997-1998 yang sampai saat ini belum diketahui keberadaannya.

Paian yang turut hadir dalam forum ini berharap agar Keppres yang memuat tentang upaya pencarian korban, pemberian kompensasi untuk keluarga korban dan ratifikasi konvensi anti penghilangan paksa dapat diimplementasikan dengan baik.

Categories
Berita Kedeputian Kedeputian V

KSP Apresiasi Pelaksanaan Sidang pertama Pengadilan HAM Kasus Paniai

Jakarta – Kantor Staf Presiden mengapresiasi kelancaran pelaksanaan sidang pertama pengadilan HAM kasus Paniai, yang digelar di Makassar, Sulawesi Selatan, pada Rabu (21/9).

“Kami berharap sidang-sidang selanjutnya juga berjalan lancar sehingga proses peradilan bisa berjalan aman, terbuka, objektif, independen dan imparsial, karena semua mata, termasuk internasional tertuju ke Pengadilan HAM ini”, kata Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani, di gedung Bina Graha, Jakarta, Kamis (22/9).

Jaleswari mengatakan, pelaksanaan Pengadilan HAM kasus Paniai bersamaan dengan keluarnya Surat Keputusan (SK) Presiden Joko Widodo No. 17/2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.

Presiden Jokowi telah menginstruksikan Kejaksaan Agung untuk terus melanjutkan proses hukum atas hasil penyelidikan Komnas HAM mengenai pelangggaran HAM yang berat. Sedangkan secara non yudisial, yakni dengan pembentukan tim penyelesaian non-yudisial untuk pelanggaran HAM berat di masa lalu

“Untuk itu dua jalur yaitu yudisial dan non yudisial ditempuh secara paralel untuk saling melengkapi,” tegas Jaleswari.

Sebelumnya, dalam pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR-RI dan Sidang Bersama DPR-RI dan DPD-RI dalam rangka HUT ke-77 Proklamasi Kemerdekaan RI, di gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI Senayan Jakarta, 16 Agustus 2022, Presiden Joko Widodo menyampaikan, pemerintah memiliki komitmen kuat dalam penyelesaiaan kasus dugaan pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Categories
Berita Kedeputian Kedeputian V

Datangi KSP, Penyandang Disabilitas Ganda Tuli Buta Suarakan Penyetaraan Hak

Jakarta – Kantor Staf Presiden menerima kedatangan Perkumpulan Tuli Buta (Pelita), sebuah organisasi penyandang disabilitas ganda tuli buta, Jum’at (16/9). Ketua Pelita Candra Gunawan mengungkapkan, kedatangan mereka untuk meminta penyetaraan hak terkait dengan layanan publik dan keterlibatan dalam perubahan kebijakan.

Candra mengakui, saat ini isu disabilitas sudah banyak digaungkan. Namun, belum banyak yang mengetahui bahwa ada penyandang disabilitas ganda yang luput dalam pemberian aksesibilitas maupun partisipasi perubahan kebijakan.

“Belum banyak yang mengetahui keberadaan penyandang disabilitas ganda, khususnya tuli buta. Ini saatnya penyandang disabilitas Tuli Buta disetarakan haknya dengan penyandang disabilitas lain, dan orang non-disabilitas,” kata Candra.

Ia menyampaikan, ada tiga isu strategis yang diusung oleh Pelita dalam pertemuan bersama Kantor Staf Presiden. Yakni, pendampingan dan kesigapan layanan publik, seperti rumah sakit, kantor-kantor adminitasi, atau moda transportasi publik.

Selain itu, lanjut Candra, Pelita juga membawa aspirasi soal pengembangan bahasa isyarat sentuh yang aksesibel bagi penyandang disabilitas ganda, dan pentingnya pendampingan dan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas tuli buta.

Menanggapi hal ini, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani menegaskan, bahwa Presiden Joko Widodo memiliki komitmen serius dalam pelibatan penyandang disabilitas, baik terkait layanan pemerintah maupun pembuatan kebijakan.

Jaleswari menyebut, Undang-Undang No 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas menjadi acuan bagi pemerintah untuk mengimplementasikan penghormatan, pelindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan HAM penyandang disabilitas di Indonesia.

“Pernyataan Presiden tentang layanan disabilitas sebagai ukuran kemajuan peradaban bangsa, jadi komitmen serius,” tegasnya.

Sementara dalam kaitan dengan pendampingan dan pelatihan, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Sunarman Sukamto memastikan, Kantor Staf Presiden akan mendorong kementerian/lembaga agar pelatihan berinteraski dan pendampingan penyandang disabilitas tuli buta dapat masuk dalam kurikulum pendidikan tinggi, dan pembekalan calon ASN.

“Agar pengarusutamaan inklusi berjalan sistemik dan terstruktur. Kami akan membersamai dan mengingatkan pemangku kebijakan untuk melibatkan penyandang disabilitas ganda dalam pembuatan kebijakan,” ujar Sunarman.

Sebagai informasi, Perkumpulan Tuli Buta (Pelita) berdiri pada 2019. Organisasi ini fokus pada ragam penyandang disabilitas Tuli total dan lemah penglihatan, Tuli total dan buta total, lemah pendengaran dan buta total, serta lemah pendengaran dan lemah penglihatan.

Categories
Berita Hukum yang Adil dan Hadir Kedeputian Kedeputian V

KSP : Pembentukan RUU KUHP Butuh Dukungan Semua Komponen Bangsa

Bandung – Kantor Staf Presiden bersama sembilan Kementerian/Lembaga menggelar Dialog Publik RUU KUHP, di Bandung Jawa Barat, Rabu (7/9). Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, dialog publik untuk memastikan bahwa kodifikasi hukum pidana melalui RUU KUHP lahir sebagai ikhtiar bersama seluruh komponen bangsa.

“Dialog publik merupakan bagian dari proses pembentukan RUU KUHP. Dan Presiden Jokowi sudah mengarahkan, bahwa harus ada diskusi massif dengan masyarakat terkait pembentukan RUU ini,” terang Jaleswari.

Jaleswari memastikan, proses penyusunan RUU KUHP telah diwarnai dan digali oleh pemikiran dari bakat-bakat terbaik bangsa lintas generasi. Secara teknokratis, ujar dia, tim pemerintah sudah memantau rangkaian upaya pelibatan publik yang dipenjurui oleh Kementerian Hukum dan HAM dari tahun ke tahun.

Ia pun memahami, jika pembentukan RUU KUHP memunculkan pro dan kontra. Namun, Jaleswari meminta, agar dinamika tersebut diletakkan dalam porsinya.

“RUU KUHP ini merupakan jalan memodernisasi hukum pidana kita yang hingga saat ini masih terjebak di masa lalu. Urgensi dan kepentingan pembentukannya sudah berada pada titik kulminasi. Untuk itu, perlu dukungan semua komponen bangsa untuk melahirkan dan membawa hukum pidana Indonesia menuju hukum pidana yang modern dan mencerminkan nilai asli Indonesia,” tuturnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan, hukum era kolonial harus diubah, karena masyarakat Indonesia sekarang sudah menjadi masyarakat nasional.

“Hukum kolonial harus diubah karena masyarakat kolonial sudah berubah menjadi masyarakat nasional,” kata Mahfud.

Menurutnya, perubahan hukum era kolonial merupakan perintah konstitusi, karena satu hari setelah Indonesia merdeka, telah terbit perintah yang dimuat dalam pasal 2 UUD 1945. Yakni, semua lembaga dan peraturan yang ada masih berlaku selama belum ada aturan baru. Karena itu, lanjut dia, Indonesia perlu segera membuat hukum baru yang lebih sesuai dengan masyarakat setelah merdeka dan mengubah peninggalan era kolonial.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini juga menyebut, bahwa sebenarnya RUU KUHP akan diundangkan untuk menjadi hadiah HUT ke-77 Republik Indonesia. Namun, Presiden Jokowi meminta agar RUU KUHP disosialisasikan kembali ke seluruh elemen masyarakat.

“Diminta sosialisasi lebih ke kampus, LSM, ormas, dan diskusikan lagi agar proses partisipasi publiknya lebih meluas, karena ini sebuah warisan kekayaan emas bangsa Indonesia di bidang hukum. Sehingga pemahaman publik lebih luas, ada setuju dan tidak setuju itu sebuah keniscayaan,” terang Mahfud.

Mahfud mengulas, bahwa pembentukan RUU KUHP sudah direncanakan sejak 1963. Dan pada 2017, RUU yang terdiri lebih dari 600 pasal tersebut, sebenarnya sudah selesai dan hampir diundangkan pada 2017. Namun mengalami penundaan karena terjadi perbedaan pendapat soal LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). Penundaan juga terjadi pada 2019.

“Ini sosialisasianya sudah habis-habisan dan bersungguh –sungguh sampai memaksan waktu 59 tahun itu suatu buktu,” pungkas Mahfud.

Sebagai informasi, dialog publik RUU KUHP menghadirkan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward O.S. Hiariej, Akademisi Unoversitas Negeri Jember Dr. I Gede Widhiana Suarda, S.H. dan akademisi Universitas Indonesia Dr. Surastini Fitriasih, S.H., M.H.

Selain di Bandung Jawa Barat, sebelumnya tim pemerintah telah menggelar Dialog Publik RUU KUHP di 11 kota dan provinsi di Indonesia.

Categories
Berita Kedeputian Kedeputian V

KSP Sambut Baik Peluang Kerja Sama Di Bidang Kemanusiaan Dengan ICRC

Jakarta – Deputi V Kepala Staf Kepresidenan RI Jaleswari Pramodhawardani mengungkapkan bahwa kolaborasi dengan multi stakeholder dalam memberikan jaminan perlindungan dan bantuan kemanusiaan penting dilakukan, sebagai komitmen pemerintah melindungi warga negaranya.

Hal ini disampaikan dalam pertemuan dengan International Committee of The Red Cross (ICRC) atau Komite Palang Merah Internasional, di Bina Graha, Kamis (1/9). Pertemuan ini pun bertujuan untuk menjajaki peluang kerja sama antara pemerintah yang diwakili oleh Kantor Staf Presiden (KSP) dan ICRC.

“Nilai dan spirit misi kemanusiaan ini telah menjadi perhatian khusus Presiden Joko Widodo, yang arahannya secara konkret diejawantahkan ke dalam kebijakan dan program seperti moderasi beragama, pembangunan kesejahteraan, pembangunan Indonesia Sentris,” kata Jaleswari Pramodhawardani.

“Maka KSP menyambut baik peluang kerja sama dalam isu kemanusiaan ini,” imbuhnya.

Secara spesifik Jaleswari menyampaikan bahwa wilayah Indonesia Timur khususnya Wilayah Papua dapat menjadi peluang kerjasama strategis di tengah hadirnya dukungan regulasi yang mendukung melalui percepatan pembangunan kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat, hal ini sejalan dengan prinsip nilai-nilai kemanusiaan yang dimiliki ICRC.

Saat ini ICRC memang mempunyai fokus wilayah di Indonesia yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Papua dan Papua Barat. Kerja sama erat dilakukan bersama Kementerian dan lembaga lain, seperti Kementerian Kesehatan, terutama dalam program vaksinasi atas respon pandemi Covid-19.

“ICRC selalu mendukung pemerintah dalam merespon bencana dan konflik kemanusiaan, rekam jejak kinerjanya telah dipercaya sejak lama. Sehingga pertemuan ini dapat menjadi titik awal pengembangan kerja sama khususnya di wilayah Tanah Papua yang secara khusus perlu didiskusikan pada forum selanjutnya yang lebih spesifik,” kata Jaleswari.

ICRC merupakan lembaga netral dan independen yang bergerak di bidang kemanusiaan dan penghormatan terhadap hukum humaniter internasional yang sudah hadir sejak 1942 di Indonesia. Sebelum penjajakan peluang kerja sama ini terbentuk, ICRC telah aktif berdiskusi dan menjadi partner strategis KSP di bidang nilai kemanusiaan dalam masyarakat adat Indonesia.

“Kerja-kerja kami di bidang nilai kemanusiaan banyak beririsan dengan apa yang selama ini dilakukan oleh KSP, oleh sebab itu penting untuk menjajaki kolaborasi. Saat ini kami sudah banyak bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI), TNI/Polri, Kementerian Kesehatan dalam misi kemanusiaan serta mendukung program-program terutama respon bencana, dan isu sosial lain seperti program vaksinasi, peningkatan kapasitas PMI dalam bidang humanitarian” ungkap Kepala delegasi ICRC untuk regional Indonesia dan Timor Leste, Alexandre Faite.